HUKUM TUKAR JUAL BELI UANG DAN RIBA

HUKUM TUKAR JUAL BELI UANG  DAN RIBA- Nonton video tentang pengharaman mui jombang terkain tukar uang receh  yang di anggap riba berlanjut pada pelarangan adanya kegiatan tukar uang yang di lakukan warga . bagaimana menurut kita , apakah hal ini haram dan wajib di hentikan , atau kita cari solusi lain supaya tukar uang ini tetap ada dan tanpa melanggar ajaran agama ? 

Pendapat saya secara pribadi , jangan di jadikan satu satunya dasar untuk di amalkan , karena saya sendiri tidak menanggung dosa anda jika ternyata apa yang saya pikirkan ini salah
TUKAR JUAL BELI UANG RECEH DAN RIBA

Pada dasarnya istilah riba atau tidak riba setahu saya termasuk kategory hukum fiqih muamalat yang identik dengan hukum transaksi antara pihak satu sama lain seperti jual beli, hutang piutang , sewa, investasi dan lain sebagainya .  dalil haramnya riba adalah sebagai berikut :
TUKAR JUAL BELI UANG RECEH
Penjelasan riba sangat panjang  ada riba buyu (jual beli )  dan cabangnya ada riba duyun (riba piutang ) dan cabangnya , silahkan cari artikel yang menjelaskan keduanya . Karena masalah yang kita bahas adalah tentang tukar uang atau jual uang maka langsung saja kita bahas tentang riba buyu atau riba yang terjadi dalam transaksi jual beli .
Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda:

“Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, bur (gandum) ditukar dengan bur, sya’ir (jewawut, salah satu jenis gandum) ditukar dengan sya’ir, kurma dutukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)

Dalam riwayat lain dikatakan:

“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus semisal dengan semisal, sama dengan sama (sama beratnya/takarannya), dan dari tangan ke tangan (kontan). Maka jika berbeda jenis-jenisnya, juallah sesuka kamu asalkan dari tangan ke tangan (kontan).” (HR Muslim no 1210; At-Tirmidzi III/532; Abu Dawud III/248).


Ada beberapa poin yang bisa kita ambil dari hadits di atas:

Pertama, Rasulullah saw dalam kedua hadits di atas secara khusus hanya menyebutkan enam komoditi saja, yaitu: emas, perak, gandum, jewawut, kurma dan garam. Maka ketentuan/larangan dalam hadits tersebut hanya berlaku pada keenam komoditi ini saja tanpa bisa diqiyaskan/dianalogkan kepada komoditi yang lain. Selanjutnya, keenam komoditi ini kita sebut sebagai barang-barang ribawi.
Kedua, Setiap pertukaran sejenis dari keenam barang ribawi, seperti emas ditukar dengan emas atau garam ditukar dengan garam, maka terdapat dua ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu: pertama takaran atau timbangan keduanya harus sama; dan kedua keduanya harus diserahkan saat transaksi secara tunai/kontan.

Berdasarkan ketentuan di atas, kita tidak boleh menukar kalung emas seberat 10 gram dengan gelang emas seberat 5 gram, meski nilai seni dari gelang tersebut dua kali lipat lebih tinggi dari nilai kalungnya. Kita juga tidak boleh menukar 10 kg kurma kualitas jelek dengan 5 kg kurma kualitas bagus, karena pertukaran kurma dengan kurma harus setakar atau setimbang. Jika tidak setimbang atau setakaran, maka terjadi riba, yang disebut riba fadhl.

Disamping harus sama, pertukaran sejenis dari barang-barang ribawi harus dilaksanakan dengan tunai/kontan. Jika salah satu pihak tidak menyerahkan barang secara tunai, meskipun timbangan dan takarannya sama, maka hukumnya haram, dan praktek ini tergolong riba nasi’ah atau ada sebagian ulama yang secara khusus menamai penundaan penyerahan barang ribawi ini dengan sebutan riba yad.

Ketiga, Pertukaran tak sejenis di antara keenam barang ribawi tersebut hukumnya boleh dilakukan dengan berat atau ukuran yang berbeda, asalkan tunai. Artinya, kita boleh menukar 5 gram emas dengan 20 gram perak atau dengan 30 gram perak sesuai kerelaan keduabelah pihak. Kita juga boleh menukar 10 kg kurma dengan 20 kg gandum atau dengan 25 kg gandum, sesuai kerelaan masing-masing. Itu semua boleh asalkan tunai alias kedua belah pihak menyerahkan barang pada saat transaksi. Jika salah satu pihak menunda penyerahan barangnya, maka transaksi itu tidak boleh dilakukan. Para ulama menggolongkan praktek penundaan penyerahan barang ribawi ini kedalam jenis riba nasi’ah tapi ada pula ulama yang memasukkannya dalam kategori sendiri dengan nama riba yad.

Keempat, Jika barang ribawi ditukar dengan selain barang ribawi, seperti perak ditukar dengan ke kayu,  maka dalam hal ini tidak disyaratkan harus setimbang dan tidak disyaratkan pula harus kontan karena kayu bukan termasuk barang ribawi.

Kelima, Selain keenam barang-barang ribawi di atas, maka kita boleh menukarkannya satu sama lain meski dengan ukuran/kuantitas yang tidak sama, dan kita juga boleh menukar-nukarkannya secara tidak tunai. Sebagai contoh, kita boleh menukar 10 buah kelapa dengan 3 kg kedelai secara tidak kontan karena kelapa dan kedelai bukan barang ribawi.

Kesimpulanya :
Riba dalam jual beli terjadi karena pertukaran tidak seimbang di antara barang ribawi yang sejenis (seperti emas 5 gram ditukar dengan emas 5,5 gram). Jenis ini yang disebut sebagai riba fadhl.

Riba dalam jual-beli juga terjadi karena pertukaran antar barang ribawi yang tidak kontan, seperti emas ditukar dengan perak secara kredit. Praktek ini digolongkan ke dalam riba nasi’ah atau secara khusus disebut dengan istilah riba yad.
Sumber : http://www.titokpriastomo.com/fiqih/pengertian-riba-jenis-jenis-riba-contoh-contoh-riba.html

Pertanyaanya :
 Uang Rupiah Termasuk Barang Ribawi Atau tidak ?
Jika uang tidak termasuk Barang Ribawi , maka kita boleh menukarkannya satu sama lain meski dengan ukuran/kuantitas yang tidak sama, dan kita juga boleh menukar-nukarkannya secara tidak tunai.
Jika Uang Rupiah termasuk barang ribawi , maka hukumnya haram karena termasuk riba , jika kita menilik dari uraian di atas bahwa riba dalam jual beli terjadi hanya terbatas barang ribawi yaitu emas, perak, gandum, jewawut, kurma dan garam . maka hukum tukar uang di perbolehkan , karena uang bukan termasuk barang ribawi . Lebih lanjut lagi jika transaksi tadi bukan sebagai tukar uang tapi sebagai bayar jasa dengan jumlah yang di tentukan dan ada kesepakatan , tentu di pebolehkan .

Jangan jadikan catatan ini sebagai satu satunya acuan  . karena ini baru dari satu sisi sudut pandang antara transaksi tukar uang dari segi hukum riba jual beli . bagaimanapun islam tidak mempersulit umatnya , jika memang tukar uang itu termasuk riba tentu islam sanggup memberi solusinya dan jika tukar uang itu tidak riba maka islam akan mendukungnya . Lebaran adalah moment besar bagi seluruh umat islam di mana pada saat itu banyak orang islam membutuhkan uang pecahan untuk memenuhi kebutuhanya .