TIPUDAYA PRAKTIK BERAGAMA

TIPUDAYA
PRAKTIK BERAGAMA

Al-Kasyfu wat-Tabyin fi Ghururil Khalqi Ajma’in

MUKADIMAH

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabatnya. Amin. Dengannya saya berpegang teguh.

Alhamdulillah dengan segala Kesendirian-Nya, semoga rahmat Allah senantiasa tercurahkan kepada sebaik-baik makhluk, Sayyidina Muhammad, dan pada keluarga serta sahabatnya.
Waba’du: Inilah kitab Al-Kasyfu wat-Tabyin fi Ghururil Khalqi Ajma’in.

Perlu anda ketahui makhluk itu terbagi menjadi dua: hayawan dan non-hayawan. Yang hayawan terbagi menjadi dua: mukallaf dan non-mukallaf. Yang mukallaf adalah orang yang diberi khitab (tugas) ibadat dari Allah SWT berupa perintah-Nya dan diberi pahala bagi yang menjalankan. Namun khitab tersebut juga berupa larangan berbuat maksiat dengan ancaman siksa. Sementara yang non-mikallaf adalah pihak yang tidak mendapatkan khitab Allah.

Mukallaf terbagi menjadi dua: mukmin dan kafir. Yang mukmin terbagi menjadi dua: yang taat dan yang maksiat. Masing-masing pun terbagi dua: yang pandai dan yang bodoh.

Kemudian saya melihat adanya tipu daya yang lazim di tengah-tengah masyarakat Mukallaf yang beriman dan yang kafir, kecuali orang yang mendapat perlindungan Allah SWT, Tuhan semesta alam. Dan saya insyaAllah Ta’ala mampu membuka tabir tipudaya mereka, menjelaskan argumentasi dan menjelaskan orientasinya secara gamblang, terang dengan wacana yang ringkas. Saya menjelaskan hal-hal yang bersifat simbolik dan sekali lagi saya katakan: Tak ada yang menolong saya kecuali Allah SWT.

Ketahuilah, bahwa mereka yang tertimpa tipudaya selain kaum kafir, ada 4 golongan: 
1) kalangan Ulama, 
2) kalangan Ahli Ibadat, 
3) kalangan Hartawan, 
4) kalangan Sufi.
Yang mula-mula kita singkat adalah tipudaya yang menimpa kaum kafir. Mereka terjerat dalam dua kelompok: 
Pertama, yang terjerat tipudaya duniawai, dan kedua, memang disesatkan oleh tipudaya sehingga menginggkari Allah. Kelompok yang tertipu oleh kehidupan duniawa adalah mereka yang mendeklarasikan “Tunai itu lebih baik daripada tertunda (semacam kredit). Kenikmatan dunia adalah meyakinkan. Sedangkan kenikmatan akhirat adalah meragukan. Keyakinan tidak bisa ditinggalkan untuk keraguan, ucapan demikian merupakan analogi yang rusak, yakni analogi iblis la’natullah, dalam ucapannya “Aku lebih baik dari dia (Adam)”. Bahwa iblis menyanngka keutamaan itu ada pada unsure sebab (sarana).

Terapi tipudaya ini ada dua cara: bisa melalui pembenaran, yaitu Iman, bisa pula dengan pembuktian. Melaluui pembenaran berarti membenarkan Allah SWT dalam firman-Nya:
﴿وما عند الله خير و أبقى﴾ [القصاص: 60]
“Apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih abadi”. (Q.S. Al-Qashash: 60)

﴿وما الحيات الدنيا إلا متاع الغرور ﴾ [آل عمران:185]
“Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. (Q.S. Ali-Imran: 185)

Pada konteks yang sama dalam Q.S. Al-Hadid: 20, dan tentunya membenarkan analoginya, bahwa ucapan, “Dunia itu tunai dan akhirat itu tertunda”, merupakan premis yang benar, sengkan ucapan “ Tunai itu lebih baik dari pada tertunda”, adalah posisi penyimpangannya. Padahal persoalannya tidak demikian. Bahkna manakala tunai itu sepadan ukuran dan tujuannya dengan tertunda, maka tunai itu lebih baik. Namun bila tunai lebih sedikit ukuran dan tujuannya maka tertunda (tidak tunai) itu lebih baik dari pada tunai. Padahal diketahui bahwa akhirat itu abadi sementara dunia tidak abadi.

Mengenai ucapan mereka “Kenikmatan dunia adalah meyakinkan, sedangkan kenikmatan akhirat adalah meragukan”, adalah ucapan yang batil juga. Bahkan pandangan demikian pun menjadi keyakinan kaum beriman. Keyakinannya disebabkan dua hal: pertama, adlah iman dan pembenaran melalui cara bertaqlid terhadap para Nabi dan Ulama, seperti mereka bertaqlid pada seorang dokter yang pandai dalam halo bat-obatan. Sedangkan yang kedua, melalui wahyu bagi para Nabi dan Ilham bagi para Wali. Anda jangan berasumsi bahwa pengetahuan Nabi SAW tentang persoalan akhirat dan persoalan dunia itu hasil bertaqlid kepada Jibril a.s., sebab taqlid bukan pengetahuan yang benar. Padahal Nabi SAW terjaga dari semua itu. Bahkan justru segala yang ada tersingkap dan disaksikan melalui cahaya mataharinya, seperti terlihat ileh mata kepala.

Orang-orang mukmin baik melalui ucapan maupun akidahnya, tenyata lebih menelantarkan perintah-perintah Allah, yaitu amal-amal yang shalih. Mereka lebih berlumpur dalam syahwat, bekerjasama dengan orang-orang kafir dalam kemelut tipudaya ini. Kehidupan dunia ini memang untuk orang-orang kafir, sementara kaum mukminin terkena tipudaya semua.


Di Kutib Dari : 
Imam Ghazali
Kaidah-Kaidah Sufi
Keluar Dari Kemelut Tipu Daya